Jakarta, CMKP – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi kasus yang masih sering ditemui di Indonesia. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut terdapat 18.138 kasus KDRT sepanjang tahun 2022.
Sebagai sebuah fenomena, KDRT umumnya identik dengan kekerasan fisik yang dilakukan anggota keluarga terdekat. Padahal, lingkup KDRT tidak sebatas pada kekerasan fisik, namun juga nonfisik. Jika begitu, apakah KDRT nonfisik dapat dijerat dengan pasal pidana? Ketahui jawabannya pada penjelasan berikut:
Pengertian KDRT
Pengertian KDRT dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). KDRT didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Dari pengertian tersebut, lingkup tindakan yang termasuk dalam KDRT adalah setiap perlakuan yang menyebabkan penderitaan fisik, seksual, psikis, maupun penelantaran. Ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, maupun perampasan kemerdekaan juga termasuk dalam tindak KDRT.
Pihak-Pihak dalam Lingkup Rumah Tangga
Dalam Pasal 2 UU PKDRT terdapat tiga ruang lingkup pihak-pihak yang termasuk dalam rumah tangga dan dilindungi oleh UU PKDRT, yaitu:
- suami, isteri, dan anak;
- orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
- orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
BACA JUGA: Jerat Hukum bagi Pelaku Revenge Porn
Ancaman bagi Pelaku KDRT Nonfisik
Terdapat beberapa tingkatan pidana bagi pelaku KDRT nonfisik. Ancaman hukuman bagi pelaku KDRT psikis misalnya mencakup:
- Pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak 9 juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam rumah tangga.
- Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak 3 juta rupiah jika kekerasan psikis tersebut dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari.
Kemudian, ancaman pidana bagi pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga mencakup:
- Pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 36 juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga.
- Pidana penjara selama empat tahun hingga 15 tahun atau denda sebanyak 12 juta rupiah hingga 300 juta rupiah bagi setiap orang yang memaksa orang dalam lingkup rumah tangganya melakukan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.
- Pidana penjara selama lima tahun hingga 20 tahun atau denda mulai dari 35 juta rupiah hingga 500 juta rupiah jika kekerasan seksual tersebut menyebabkan korban menderita luka yang tidak dapat sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama sebulan atau satu tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi.
Sementara itu ancaman pidana bagi pelaku penelantaran dalam rumah tangga pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah bagi setiap orang yang menelantarkan orang lain dalam rumah tangganya atau yang membatasi keluarganya untuk bekerja sehingga menimbulkan ketergantung ekonomi.
Dari penjelasan di atas, penting untuk memahami bahwa KDRT sebagai sebuah tindak pidana tidak terbatas pada kekerasan fisik saja. Akan tetapi juga kekerasan nonfisik seperti psikis, seksual, dan penelantaran. Perlindungan terhadap kekerasan nonfisik tersebut telah diatur dalam undang-undang dan para korban berhak mendapat keadilan untuk setiap kerugian yang timbul akibat tindakan tersebut. (int/bng)
Referensi:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga