Jakarta, CMKP – Dalam beberapa tahun terakhir, aset kripto menjadi salah satu bentuk investasi yang banyak dibicarakan dan diminati. Meski sering dianggap memiliki tingkat risiko dan volatilitas yang tinggi, hal tersebut tidak mengurangi minat orang-orang untuk berinvestasi pada aset kripto.
Bagaimana tidak, data Bappebti mencatat bahwa hingga awal Februari 2023 terdapat 16,99 juta investor aset kripto di Indonesia dengan nilai transaksi mencapai angka Rp13,8 triliun. Untuk itu, kehadiran kripto sebagai aset keuangan digital diikuti dengan aturan terkait pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas pemanfaatan aset kripto yang wajib dipahami oleh pemegang aset kripto.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Pemanfaatan Aset Kripto
Dalam pemanfaatan aset kripto sebagai aset keuangan digital, selain perlu memperhatikan legalitasnya, perlu diperhatikan juga kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (Permenkeu 68/2022), pemanfaatan aset kripto dapat dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak penghasilan (PPh).
Menurut Pasal 19 PMK 68/2022, subjek pajak kripto yang dikenakan PPh adalah penjual aset kripto, penyelenggara PMSE, serta penambang aset kripto. Sementara subjek PPN kripto atau PPN atas transaksi aset kripto adalah pembeli dan penjual aset kripto.
Untuk itu berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Permenkeu 68/2022, bagi pembeli aset kripto, pedagang fisik aset kripto akan secara otomatis memungut PPN dari pembeli jika pembeli melakukan transaksi-transaksi berikut di sistem elektronik/aplikasi pedagang fisik aset kripto:
- jual beli aset kripto dengan uang mata fiat;
- tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap);
- tukar menukar aset kripto dengan barang lain selain aset kripto dan/atau jasa.
Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Permenkeu 68/2022, bagi penjual aset kripto, pedagang fisik aset kripto akan secara otomatis memungut PPh dari penjual jika penjual memperoleh penghasilan dari transaksi-transaksi berikut di sistem elektronik/aplikasi pedagang fisik aset kripto:
- transaksi aset kripto dengan pembayaran mata uang fiat;
- tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap);
- transaksi aset kripto lain selain dua transaksi sebelumnya.
Besaran Pajak Kripto
- Tarif PPN atas perdagangan aset kripto: 0,11% dari nilai transaksi dalam hal penyelenggara perdangan adalah Pedagang Fisik Aset (PFAK).
- Tarif PPN atas perdagangan aset kripto: 0,22% dari nilai transaksi ini dalam hal penyelenggara perdagangan bukan oleh PFAK.
- Tarif PPN atas jasa mining: 1,1% dari nilai konversi aset kripto dan jasa mining sudah terdapat verifikasi transaksi aset.
- Tarif PPh atas penghasilan perdagangan aset kripto: 0,1% dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK) dikenakan pada penjual perdagangan aset kripto.
- Tarif PPh atas penghasilan perdagangan aset kripto: 0,2% dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK).
- Tarif PPh atas penghasilan penambangan aset kripto: 0,1% dari penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto (miner), tidak termasuk PPN.
- Tarif PPN dengan besaran tertentu: 10% dari tarif PPN dikali dengan nilai berupa uang atas Aset Kripto yang diterima oleh Penambang Aset Kripto, termasuk Aset Kripto yang diterima dari sistem Aset Kripto.
BACA JUGA:
Dilarang Sebagai Alat Pembayaran, Bagaimana Sebenarnya Penggunaan Aset Kripto di Indonesia?
Referensi:
Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto
Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (Permenkeu 68/2022)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan penguatan Sektor Keuangan