Jakarta, CMKP – Revenge porn atau pornografi balas dendam adalah ancaman atau tindakan penyebaran konten intim non-konsensual yang dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan. Pelaku akan memanfaatkan kepemilikan materi pornografi yang diperoleh secara sah maupun tidak sah, namun disebarluaskan dengan tujuan balas dendam.
Revenge Porn Tergolong KBGO
Data Catatan Tahunan (Catahu) 2021 menyebut terdapat 71 kasus revenge porn di Indonesia yang dilaporkan ke Komnas Perempuan. Revenge porn sendiri termasuk dalam kasus kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO). Setidaknya terdapat 8 jenis kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai KBGO, yakni:
- pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming)
- pelecehan online (cyber harassment)
- peretasan (hacking)
- konten ilegal (illegal content)
- pelanggaran privasi (infringement of privacy)
- ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution)
- pencemaran nama baik (online defamation), dan
- rekrutmen online (online recruitment).
Selain termasuk sebagai KBGO, revenge porn merupakan bagian dari pelecehan seksual dalam dunia maya (cyber sexual harassment), dan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU 12/2022) revenge porn termasuk dalam kekerasan seksual berbasis elektronik.
Dalam kekerasan seksual berbasis elektronik atau pelecehan seksual dalam dunia maya, niat pelaku untuk menyebarluaskan materi yang eksplisit secara seksual tidak hanya terbatas pada balas dendam, namun juga termasuk mengganggu atau melecehkan korban serta mengancam korban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (yang pada umumnya dikenal juga sebagai sextortion.
Pengaturan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik di Indonesia
Berdasarkan Pasal 14 UU 12/2022, setiap orang dianggap melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik jika orang tersebut secara tanpa hak melakukan:
- melakukan perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
- mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
- melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.
Tindakan revenge porn memenuhi kriteria tindak pidana di atas, sehingga pelakunya dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Selain itu, apabila kekerasan seksual berbasis elektronik dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp300 juta.
Ancaman Pidana Tambahan bagi Pelaku
Berdasarkan Pasal 16 UU 12/2022, selain ancaman hukuman penjara dan/atau denda, pelaku tindak pidana kekerasan seksual, di mana salah satunya adalah kekerasan seksual berbasis elektronik, juga diancam dengan pidana tambahan yang meliputi:
- restitusi (pembayaran ganti kerugian kepada korban atau ahli warisnya), terhadap tindak pidana kekerasan seksual yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih;
- pidana tambahan berupa:
- pencabutan hak asuh anak atau pencabutan pengampuan;
- pengumuman identitas pelaku; dan/ atau
- perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana kekerasan seksual.
Berdasarkan Pasal 17 UU 12/2022, selain dijatuhi pidana, pelaku tindak pidana kekerasan seksual dapat dikenakan tindakan berupa rehabilitasi. Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Kekerasan seksual berbasis elektronik merupakan delik aduan, artinya kasus hanya dapat diproses apabila ada laporan dari korban. Akan tetapi hal tersebut akan menjadi pengecualian apabila korban adalah anak atau penyandang disabilitas.
BACA JUGA: Berikut Panduan bagi Korban Ancaman Revenge Porn
Jerat Pidana UU Pornografi
Individu yang merekam atau membuat konten pornografi tanpa persetujuan semua pihak dan/atau menyebarluaskan materi yang memuat konten pornografi juga dapat diancam dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi).
Pihak yang membuat konten pornografi tanpa sepengetahuan subjek dan menyebarkan konten pornografi tersebut, dapat dikenakan Pasal 29 UU Pornografi yang berbunyi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Jerat Pidana dalam UU ITE
Selain UU Pornografi, pelaku juga dapat dijerat dengan UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Individu yang menyebarkan konten pornografi dapat diancam dengan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 8 jo. Pasal 45 UU ITE yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Melalui perangkat hukum di atas, korban dapat membuat laporan ke kepolisian dan memulai langkah hukum atas dugaan tindak pidana yang dilakukan pelaku revenge porn. (int/bng)
Referensi:
Komnas Perempuan, 2021. Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19”, CATAHU 2021.
Matsuri, S., 2015. “The Criminalization of Revenge Porn in Japan”, Washington International Law Journal Association, Vol. 24, No. (2).
Sugiyanto, Okamaisya, 2021. “Perempuan dan Revenge Porn: Konstruksi Sosial Terhadap Perempuan Indonesia dari Perspektif Viktimologi”, Jurnal Wanita dan Keluarga, Vol. 2, No. (1).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi).
UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.