Ketentuan THR Bagi Pekerja: Bolehkah Dicicil?


THR karyawan

Jakarta, CMKP – Jelang hari raya Idul Fitri atau hari raya keagamaan lain, biasanya pekerja akan menantikan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Tapi seringkali terdapat kasus di mana perusahaan bermasalah karena kondisi keuangan atau sikap tidak transparan terhadap pembayaran THR. Entah jumlahnya yang kurang, proses pembayarannya yang dicicil, terlambat dibayarkan, hingga bahkan tidak dibayarkan sama sekali.

Bagaimana sebenarnya hukum mengatur hal ini? Mari simak bersama pembahasannya berikut!

Pengertian dan Dasar Hukum THR

Menurut Pasal 1 angka 1 Permenaker No. 6 Tahun 2016 (Permenaker 6/2016), THR merupakan pendapatan non upah yang WAJIB dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.

Sesuai namanya, tunjangan ini dibayarkan mengikuti hari keagamaan yang dianut oleh pekerja. Hari raya Idul Fitri bagi pekerja beragama Islam; Natal bagi pekerja Katolik dan Protestan; Waisak bagi pekerja Budha; Nyepi bagi pekerja beragama Hindu; serta Imlek bagi pekerja beragama Konghucu.

Menurut Pasal 2 ayat 1 Permenaker 6/2016, pemberian THR oleh perusahaan sendiri bersifat wajib bagi pekerja yang telah memiliki masa kerja 1 bulan secara terus-menerus atau lebih. 

Lebih lanjut, simak proporsi pemberian THR berikut:

Proporsi Pemberian THR

Proporsi jumlah THR tidak selalu sama. Bagi pekerja tetap (PKWTT) yang telah melalui masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, mereka mendapat THR sebesar 1 bulan upah.

Sementara itu, apabila pekerja baru memiliki masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, mereka mendapat THR secara proporsional sesuai dengan perhitungan berikut: Masa kerja/12 x 1 bulan upah

Proporsi THR Bagi Pekerja Harian Lepas 

Selain bagi pekerja PKWTT, THR juga dapat diberikan kepada pekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas. Upah 1 bulan dapat dihitung sebagai berikut:

  • Pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih, upah dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
  • Pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, upah dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Meski begitu, dalam Pasal 4 Permenaker 6/2016 ketentuan THR juga dapat diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kebiasaan yang telah dilakukan. Apabila nilai THR lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan akan mengikuti perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kebiasaan yang telah dilakukan.

BACA JUGA: Anak Magang Wajibkah Dapat Gaji? Simak Hukum dan Aturannya di Sini

Dapatkah Pembayaran THR Dicicil?

Sesuai dengan aturan yang berlaku, THR diberikan 1 kali dalam 1 tahun mengikuti hari raya keagamaan. Umumnya, THR dibayarkan perusahaan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Akan tetapi terdapat pengecualian apabila terdapat kesepakatan bersama antara kedua belah pihak.

Terkait apakah THR dapat dicicil, dapat merujuk pada SE Menaker No. M/2/HK.04/III/2024. Dalam angka 7 dinyatakan bahwa THR wajib dibayarkan secara penuh dan tidak boleh dicicil. Pemerintah juga mengimbau perusahaan agar membayarkan THR lebih awal atau sebelum jatuh tempo kewajiban pembayaran THR.

Sanksi bagi Perusahaan yang Terlambat atau Tidak Membayar THR

Permenaker 6/2016  menjamin pembayaran THR dengan memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar. Pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa perusahaan dapat didenda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar apabila terlambat membayar THR kepada pekerja. Denda tersebut nantinya akan dikelola dan digunakan untuk kesejahteraan pekerja yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Selain itu, pengenaan sanksi denda tersebut tidak menghapuskan kewajiban pengusaha untuk membayarkan THR. 

Sementara itu menurut Pasal 11 ayat 1, perusahaan yang tidak membayarkan THR dapat dikenai sanksi administratif. Menurut Pasal 2 ayat 1 Permenaker No. 20 Tahun 2016 (Permenaker 20/2016), sanksi tersebut dapat berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.

Posko Pengaduan

Pekerja dapat membuat laporan jika mengalami masalah dalam pembayaran THR. Laporan tersebut berupa pengaduan kepada Kementerian Ketenagakerjaan melalui Posko Pengaduan THR 2024 berikut: https://poskothr.kemnaker.go.id/dashboard (int/chs)

Referensi:
  1. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016).
  2. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun  2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (Permenaker 20/2016).
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
  4. Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan (SE Menaker No. M/2/HK.04/III/2024).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »