Jakarta, CMKP – Ketika diterima kerja, perusahaan umumnya akan meminta berbagai data dan dokumen pribadi milik pekerja. Salah satu praktik yang kerap dilakukan perusahaan adalah menahan ijazah pekerja sebagai syarat penerimaan. Hal tersebut umumnya terjadi pada pekerja kontrak berdasarkan kerja waktu tertentu (PKWT).
Penahanan ijazah tersebut biasanya menjadi upaya perusahaan agar pekerja tidak berhenti atau menghilang sebelum masa kontrak habis. Akan tetapi apakah praktik tersebut diperbolehkan di mata hukum? Mari simak penjelasannya berikut!
Aturan dalam UU Ketenagakerjaan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menjadi acuan utama terkait ketentuan dalam dunia kerja. Akan tetapi dalam UU Ketenagakerjaan tidak ada satupun pasal yang mengatur terkait penahanan ijazah oleh perusahaan.
Begitu pula dengan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja maupun Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT. Untuk itu secara hukum, tidak ada pasal yang melarang perusahaan untuk menahan ijazah pekerja.
KUH Perdata
Meski tidak ada pasal yang melarang, namun dalam praktiknya penahanan ijazah oleh perusahaan umumnya tertuang dalam perjanjian kerja. Menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), perjanjian kontrak kerja antara perusahaan dan pekerja akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Untuk itu, penahanan ijazah harus menjadi kesepakatan bersama. Perusahaan tidak bisa melakukan penahanan ijazah dengan paksa sebelum adanya persetujuan dari kedua belah pihak.
BACA JUGA: Anak Magang Wajibkah Dapat Gaji? Simak Hukum dan Aturannya di Sini
Penahanan Ijazah menjadi Masalah Hukum
Penahanan ijazah dapat menjadi masalah hukum apabila perusahaan melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja. Perusahaan yang tidak mengembalikan ijazah setelah masa kontrak habis atau setelah pekerja membayar ganti rugi dapat dikenakan sanksi pidana.
Perusahaan dapat diancam dengan Pasal 374 KUHP terkait penggelapan yang berbunyi:
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Perusahaan juga dapat terkena pasal lain apabila ijazah rusak atau hilang. Maka dari itu, perjanjian kerja sebenarnya cukup untuk menjamin pekerja tidak melanggar perjanjian kontrak karena pasal-pasal dalam perjanjian kerja telah mengikat secara hukum. (int/chs)
Referensi:
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan