Serba-Serbi Pajak Karbon di Indonesia dan Dasar Hukumnya


sumber: pexels

Jakarta, CMKP – Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat dari tahun 2010 hingga 2018, Indonesia telah mengalami tren kenaikan emisi gas rumah kaca sekitar 4,3 persen per tahun. Sementara menurut Bappenas, kenaikan permukaan laut mencapai 0,8-1,2 cm per tahun.

Fakta tersebut mampu berisiko pada kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan dan lautan, kelangkaan pangan, hingga penurunan kualitas kesehatan. Urgensi tersebut membuat Pemerintah Indonesia mulai mencanangkan penguatan agenda iklim, di mana salah satu program di dalamnya adalah pajak karbon. 

Pengertian Pajak Karbon

Pajak karbon adalah denda yang dikenakan kepada pelaku usaha maupun individu jika mereka melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi gas rumah kaca melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun dalam praktiknya, pajak karbon cenderung dibebankan pada pelaku usaha sebagai pihak yang lebih berpotensi menghasilkan emisi karbon. Pada umumnya pajak karbon dihitung berdasarkan per ton emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan melebihi batas. 

Pajak karbon merupakan salah satu kebijakan dan insentif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan karbon dioksida demi mengendalikan perubahan iklim. Pajak karbon diharapkan dapat mendorong pelaku usaha untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong ketersediaan energi yang energi baru dan terbarukan.

Landasan Hukum Pajak Karbon

Sejauh ini, terdapat dua landasan hukum pajak karbon yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia. Pertama adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU 7/2021). Lewat peraturan ini, pemerintah mulai memberlakukan pajak karbon pada badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik pada tahun 2022. Namun, dilansir dari CNBC Indonesia, penerapan pajak karbon ditunda oleh Pemerintah Pusat hingga tahun 2025.

Sementara landasan hukum kedua adalah Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Emisi Karbon (NEK). Dalam pasal 58, Pungutan Atas Karbon didefinisikan sebagai pungutan negara baik di pusat maupun daerah, berdasarkan kandungan karbon dan/atau potensi emisi karbon dan/atau jumlah emisi karbon dan/atau kinerja Aksi Mitigasi.

Dasar Pengenaan Pajak Karbon

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU 7/2021, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU 7/2021, pengenaan pajak karbon akan dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon. Peta jalan pajak karbon merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 

Kebijakan peta jalan pajak karbon memuat: 

  1. strategi penurunan emisi karbon;
  2. sasaran sektor prioritas;
  3. keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan; dan/atau
  4. keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

Subjek Pajak Karbon dan Penentuan Terutang Pajak Karbon

Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) UU 7/2021, subjek pajak karbon meliputi: (i) orang pribadi yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon; (ii) badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (6) UU 7/2021, pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (7) UU 7/2021, saat terutang pajak karbon ditentukan: (i) pada saat pembelian barang yang mengandung karbon; (ii) pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu; (iii) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

Insentif 

Berdasarkan Pasal 13 ayat (13) UU 7/2021, wajib pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan karbon, pengimbangan emisi karbon (offset), dan atau mekanisme lain sesuai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, berhak mendapatkan insentif. Insentif berupa pengurangan pajak karbon dan/atau perlakuan lainnya atas pemenuhan kewajiban pajak karbon.

Tarif Pajak Karbon

Berdasarkan Pasal 13 ayat (8) dan ayat (9) UU 7/2021, tarif pajak karbon ditentukan melalui: (i) tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara; (ii) jika harga karbon di pasar lebih rendah dari Rp30,00/kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara, tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30,00/kg karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara.

Alokasi Pajak Karbon

Berdasarkan Pasal 13 ayat (12) UU 7/2021, penerimaan dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.

Referensi:

Investopedia, 2022. “What is Carbon Tax” [online] Tersedia dalam: https://www.investopedia.com/terms/c/carbon-dioxide-tax.asp#:~:text=A%20carbon%20tax%20is%20a,of%20greenhouse%20gas%20emissions%20emitted

Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Emisi Karbon (NEK)

Kemenkeu RI, 2021. Pajak Karbon di Indonesia: Upaya Mitigasi Perubahan Iklim dan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan, Materi Webinar Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Subsektor Ketenagalistrikan. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »