Jakarta, CMKP – Dalam merayakan pesta demokrasi, rakyat harus ikut memahami bagaimana aturan pemilihan umum menurut hukum dan undang-undang. Karena salah satu praktik ilegal seperti money politic atau politik uang masih sering ditemui.
Politik uang umumnya digunakan sebagai iming-iming kepada peserta pemilu memilih calon legislatif atau calon eksekutif tertentu. Ketentuan larangan politik uang dalam UU Pemilu wajib diperhatikan oleh penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), peserta pemilu (caleg DPR, caleg DPRD provinsi, caleg kabupaten/kota, calon anggota DPD), pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, serta pemilih (WNI yang sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin).
Pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran politik uang merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu. Untuk itu, ketahui jenis-jenis politik uang dan larangan politik uang pada penjelasan berikut:
Larangan Memberikan Uang untuk Memperoleh Dukungan Bagi Pencalonan anggota DPD Perseorangan (Non-Parpol) dalam Pemilu – Pasal 183 (4)
Seorang pendukung hanya dapat memberikan dukungan kepada 1 calon anggota DPD perseorangan. Lebih lanjut, pendukung dilarang melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD perseorangan dalam pemilu.
Larangan Pemberian Uang kepada Pemilih Selama Masa Tenang
Selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan tim kampanye capres-cawapres dilarang menjanjikan atau memberikan uang kepada pemilih untuk:
- Tidak menggunakan hak pilihnya.
- Memilih pasangan calon.
- Memilih partai politik peserta pemilu tertentu.
- Memilih caleg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu.
- Memilih calon anggota DPD tertentu.
Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu yang melanggar ketentuan di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak 48 juta Rupiah.
Larangan Ajakan untuk Tidak Menggunakan Hak Pilih atau Memilih Peserta Pemilu Tertentu
Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta Rupiah.
BACA JUGA: Kecelakaan Akibat Jalan Rusak, Korban Bisa Layangkan Tuntutan ke Pemerintah
Larangan Politik Uang dalam Kampanye – Pasal 280 ayat (1) huruf j
Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak langsung diancam dengan pidana penjara 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta Rupiah.
Larangan Memberikan Uang untuk Memengaruhi Penyelenggara dan/atau Pemilih
Pasangan capres-cawapres, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.
Jika terbukti melakukan pelanggaran di atas, capres-cawapres dan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dapat dikenai sanksi administratif pembatalan oleh KPU. Pemberian sanksi administratif tidak menggugurkan sanksi pidana.
Pelanggaran memberikan uang untuk memengaruhi penyelenggara dan/atau pemilih merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. (int/bng)
Referensi:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Menjadi Undang-Undang.